Basic Concept of Knowledge Management- Knowledge Itself
May 5th, 2010
Pada postingan sebelumnya saya sempat ngebahas mengenai bagaimana Knowledge bisa membantu lingkungan sekitar kita (CSR). Now we back to the very root of KM, about knowledge itself.
Prinsip utama knowledge, at least for me, adalah layaknya sebuah air di dalam keran. Jika kita membuka keran tersebut dan mengalirkan air ke luar, maka makin banyak pula air yang mengalir melalui keran itu. Dan jika kita menutup keran tersebut, maka air pun akan tersumbat dan tidak bertambah.
Hal tersebut sama dengan Knowledge, jika kita menyebarkan dan men-share knowledge yang kita miliki maka kita akan lebih banyak mendapatkan Knowledge baru. Dan jika kita hanya menyimpannya untuk diri kita sendiri, maka hanya knowledge tersebut sajalah yang kita dapat, tidak lebih dan tidak kurang.
Lalu bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
Satu hal yang paling simple sebagai bentuk Knowledge Sharing adalah Blogging. Dengan membuat blog tanpa sadar kita telah menuangkan sedikit atau bahkan banyak ilmu kepada orang yang membacanya (well, maybe it depends on what “knowledge” do we share). Diantara sekian banyak orang yang membaca tersebut, pastilah tentunya akan ada yang memberikan feedback ke kita berupa komentar-komentar, baik itu bermanfaat atau tidak. Namun dari komentar tersebut kita dapat belajar, and at least kita dapat memperbaiki tulisan kita di postingan yang lain.
Dan ternyata prinsip ini tidak hanya berlaku bagi individu, but also for the company itself. Hal tersebutlah yang dilakukan oleh Unilever, yang sempat saya bahas pada postingan sebelumnya, melakukan kegiatan social (Corporate Social Responsibility-CSR) dengan men-share knowledge yang mereka miliki kepada masyarakat. Dan apa yang mereka dapat? Inspirasi akan produk-produk baru serta feedback yang positif dari masyarakat…
Jadi jangan pernah takut kalau anda akan kehabisan ilmu yang anda miliki jika anda selalu menyebarkannya, karena ilmu tersebut akan memberikan sinergi bagi anda dan orang yang anda terangkan untuk terus berkembang.
*sedikit curhat: dulu waktu S1 banyak sekali teman2 saya yang pelit akan ilmunya
So what are we waiting for? Lets share our knowledge!
Cloud History- Open Cloud Manifesto
May 2nd, 2010
Cloud Computing, yang sedang berada pada fase awalnya ini, tentunya masih memiliki banyak kekurangan sebelum bisa diterapkan luas untuk menggantikan metode computing yang ada sekarang. Diantara berbagai macam kekurangannya, yang paling banyak membuat perusahaan masih ragu untuk mengadopsi Cloud Computing adalah karena Cloud Computing masih merupakan sebuah teknologi tertutup dimana hanya provider yang mengetahui keseluruhan detail prosesnya. Sebagai contoh adalah multi-tenant nature pada cloud computing, dimana data dan aplikasi yang berjalan dari beberapa perusahaan akan berada di dalam satu mainframe provider. Hal ini tentunya membutuhkan transparansi dari provider kepada user, mengenai mekanisme dan peraturan dalam mengatur proses di mainframe tersebut. Belum lagi mengenai market position yang sangat menguntungkan provider, karena seluruh data user berada di area provider. Hal ini bisa mengakibatkan provider melakukan tekanan kepada user untuk tidak pindah ke provider lain, sebuah hal yang tentunya tidak akan menguntungkan user. Atas dasar itulah dibutuhkan sebuah standar yang mengatur Cloud Computing pada umumnya sehingga ia bisa menjadi terbuka, baik untuk provider maupun user. Standar tersebut adalah Open Cloud Manifesto.
Open Cloud Manifesto ini berisi beberapa poin utama, yakni:
- Cloud Provider (provider) harus bekerja sama dalam menghadapi tantangan cloud ke depan (baik itu dari segi Security, Integration, Portability, Interoperability, Governance / Management, Metering / Monitoring) melalui kolaborasi terbuka (open collaboration) dan penggunaan sebuah standard yang benar secara bersama-sama.
- Cloud Provider tidak boleh menggunakan market position mereka untuk mengunci pelanggan mereka (costumer) pada platform yang terbatas dan mengurangi pilihan provider yang akan pelanggan gunakan.
- Cloud provider harus menggunakan dan mengadopsi standard yang sudah ada dan masih layak digunakan (sebagai contoh html, xml, dsb). Hal ini dikarenakan industri IT telah berinvestasi sangat besar, sehingga provider tidak perlu menemukan ulang teknologi tersebut.
- Saat standard baru atau penyesuaian dari standard yang telah ada dibutuhkan, kita (cloud providers dan costumers) harus bijaksana dan pragmatis dalam menentukan standard tersebut, sehingga kita tidak menciptakan terlalu banyak standard di lingkungan Cloud Computing.
- Segala aktivitas komunitas (Open Cloud Supporter) yang berhubungan dengan Open Cloud harus didasarkan atas kebutuhan Costumer, bukan kebutuhan teknis Cloud Provider, dan harus dites terlebih dahulu terhadap kebutuhan Costumer yang sebenarnya.
- Organisasi Cloud Computing, Advocacy Group, maupun komunitas harus bekerja sama dan saling berkoordinasi, sehingga segala usaha untuk mengembangkan Cloud tidak menyebabkan konflik.
Open Cloud Manifesto ini dipimpin oleh IBM dan kini sudah memiliki lebih dari 250 perusahaan sebagai supporters, diantaranya adalah Cisco, HP, dan SUN. Namun beberapa nama besar, yakni Amazon, Google, Microsoft, dan salesforce.com, yang merupakan perusahaan terdepan dalam teknologi Cloud Computing menolak menandatangani Manifesto ini. Tentunya hal ini menimbulkan kontoversi terutama bagi para calon pengguna teknologi Cloud, karena mereka tidak mendapat kepastian mengenai poin-poin yang diajukan di dalam Manifesto tersebut.
Steve Martin, Senior Director of Developer Platform Product Management Microsoft, pada tanggal 26 Maret 2009 memberitahu alasan mengapa Microsoft tidak ikut dalam Open Cloud Manifesto tersebut. Ia memperlihatkan versi orisinil dari dokumen tersebut, dan menyatakan bahwa dokumen tersebut lebih seperti sebuah statement of losing sebuah perusahaan. Belum lagi perusahaannya (Microsoft) hanya diperbolehkan untuk menandatangi dokumen tersebut tanpa merubah isinya. Hal tersebut menambah keraguan Microsoft untuk ikut serta dalam manifesto ini.
Namun hal ini ditolak oleh Reuven Cohen, founder dari Enomaly (sebuah perusahaan yang menawarkan jasa Cloud) dan juga salah seorang penyusun manifesto tersebut. Ia menyatakan bahwa manifesto ini hanya bertujuan untuk menciptakan sebuah standard, sehingga user bisa berpindah dari cloud yang satu ke cloud yang lain dengan mudah, tanpa ada maksud lain.
Benefit in Cloud Computing
May 2nd, 2010
Adapun keuntungan yang dapat kita peroleh dengan menggunakan Cloud Computing adalah:
Reduce The Cost
Dengan menggunakan Cloud Computing maka kita bisa menghindari Cost untuk pembayaran hardware, software, maupun service (maintenance dan update) yang biasanya merupakan investasi yang besar dengan tingkat kesuksesan yang rendah. Yang kita lakukan hanya melakukan pembayaran sesuai dengan tarif bulanannya. Dan biasanya biaya tersebut cukup murah, misalnya saja salesforce.com hanya memberikan biaya $9 per user tiap bulannya. Tentunya selain membayar biaya bulanan kita juga harus membayar biaya-biaya lain seperti listrik dan internet, namun hal tersebut tentunya sudah menjadi kebutuhan utama yang terjangkau bagi setiap perusahaan.
Increase Storage
Pada Cloud Computing, aplikasi yang kita gunakan beserta databasenya akan berjalan di remote server (provider). Tentunya provider membutuhkan sebuah supercomputer yang dapat menjalankan banyak aplikasi dari banyak clientnya, oleh karena itu kebanyakan provider akan menggunakan mainframe sebagai server mereka. Dan tentunya hal ini akan menambah kapasitas penyimpanan kita, karena kapasitas penyimpanan datanya sangat berbeda jauh (lebih besar) jika dibandingkan dengan menggunakan komputer desktop.
Highly Automated
Pada Cloud Computing, kita tidak perlu pusing memikirkan untuk update pada aplikasi kita. Hal ini tentunya sangat kontras jika kita mengembangkan aplikasi sendiri. Misalnya kita mengembangkan aplikasi dengan database Oracle 9, maka ketika muncul Oracle 10g, kita harus melakukan beberapa perubahan pada aplikasi, sehingga aplikasi tersebut dapat terhubung dengan database Oracle 10g. Dan tentunya kita tidak akan perlu lagi untuk membayar tim IT tambahan untuk maintenance, karena seluruh kegiatan maintenance sudah otomatis dikerjakan oleh provider.
Flexibility
Cloud Computing memungkinkan lebih banyak fleksibilitas jika dibandingkan dengan metode Computing yang ada sekarang. Sebagai contoh pada aplikasi salesforce.com kita bisa mengkostumisasi tampilan untuk tiap user role. salesforce.com juga terintegrasi dengan facebook serta twitter yang memungkinkan kita mendapat informasi kostumer lebih jauh.
Dan bukan hanya itu, Cloud Computing juga menyediakan flexibilitas untuk performance-nya. Hal ini dikarenakan, dengan menggunakan Cloud Computing, kita dapat menambah atau mengurangi kapabilitas performance. Misalkan saat ini kita membutuhkan kapasitas penyimpanan 200Mb lalu dikemudian hari kita hanya membutuhkan 100Mb, maka Cloud Computing bisa menyesuaikannya. Berbeda dengan metode Computing biasa dimana kita harus membeli hard disk untuk menambah media penyimpanan. Apa yang terjadi saat hardware yang kita gunakan berlebih kapasitasnya? Tentu saja kita tidak bisa merubah kapasitas hardware tersebut, yang berarti pemborosan.
More Mobility
Dengan Cloud Computing, memungkinkan para karyawan mengakses aplikasi dari mana saja asalkan terhubung dengan internet. Tentunya hal ini menambah mobilitas para karyawan, karena para karyawan bisa mengerjakan atau mengecek task mereka melalui aplikasi tersebut saat mereka sedang dalam perjalanan kerja.
Allow IT to Shift Focus
Dengan menggunakan Cloud Computing, artinya kita menggunakan resource luar untuk menunjang Sistem Informasi kita. Hal ini tentunya akan meringankan beban kerja divisi IT, dan memungkinkan divisi IT untuk fokus ke inovasi-inovasi IT lain dalam menunjang bisnis strategi perusahaan tanpa harus pusing memikirkan hardware apalagi yang harus dibeli atau update software terbaru yang akan muncul.
Risk and Challenge in Cloud Computing
May 2nd, 2010
Walaupun disebut-sebut sebagai Next Generation of Computing, Cloud Computing masi berada dalam fase awalnya dimana ia memiliki banyak tantangan yang harus dihadapi sebelum bisa diimplementasikan secara luas. Tantangan dan resiko itu diantaranya:
Security
Masih banyak perusahaan yang belum merasa nyaman untuk menyimpan data mereka pada sebuah system yang mereka tidak control. Maka untuk menjamin para penggunanya, Cloud Provider harus bisa memberikan transparansi pada keseluruhan proses Cloud yang mereka tawarkan.
Data and Application Interoperability:
Perusahaan memiliki berbagai kebutuhan dan tentunya satu produk Cloud saja tidak cukup untuk memenuhinya. Maka Cloud Provider harus dapat menyediakan kemampuan untuk berinteraksi, sebagai contoh saling bertukar data, antara Cloud yang ia sediakan dengan Cloud-Cloud yang disediakan provider lain maupun aplikasi lain yang di-develop oleh user.
Data and Application Portability
Harus adanya sebuah standard pada tiap Cloud bagi pembuatan port-nya. Sehingga saat mereka ingin berpindah ke produk cloud lain, mereka tidak perlu mengubah interface port mereka. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi para user, karena mereka tidak harus melakukan training lagi pada karyawan mereka untuk dapat menggunakan aplikasi Cloud dengan interface yang berbeda.
Governence and Management
Penggunaan metode shared infrastructure (virtualisasi) untuk masing-masing cloud yang dijalankan oleh tiap user selain memberikan manfaat, seperti fleksibilitas data dan low cost, namun juga menimbulkan masalah, yakni data-data perusahaan di simpan dalam sebuah mainframe yang sama. Hal ini tentunya memerlukan sebuah peraturan dan mekanisme standard yang mengatur bagaimana license, management, dan chargeback untuk mainframe tersebut
Metering and Monitoring
Tiap perusahaan pasti akan menggunakan banyak cloud dengan tiap provider yang mungkin berbeda satu sama lain. Maka diperlukan sebuah cara atau aplikasi untuk memonitor setiap cloud tanpa terbatasi oleh perbedaan provider tersebut.
Gema Kehidupan
May 2nd, 2010
Seorang Bocah dan Ayahnya berjalan di pegunungan.
Tiba-tiba, sang anak terjatuh, terluka, dan berteriak:
“Aaaaaahhhhhh!!!”
Sang anak terkejut karena mendengar sebuah suara menirukan teriakannya dari balik pegunungan:
“Aaaaaahhhhhh!!!”
Penasaran, ia berteriak: “Siapa Kau?”
Jawaban yang diterimanya: “Siapa Kau?”
Marah mendengar respons yang didengarnya, ia kembali berteriak: “Dasar Pengecut!!!”
Lagi-lagi ia menerima jawaban yang sama: “Dasar Pengecut!!!”
Ia lalu memandang ayahnya dan bertanya: “Apa yang sebenarnya terjadi?”
Sang ayahpun tersenyum dan berkata: “Anakku, perhatikanlah.”
Lalu ia berteriak ke arah pegunungan, “Aku mengagumimu!”
Suara itu menjawab teriakannya dengan: “Aku mengagumimu!”
Sang ayah kembali berteriak, “Kau adalah seorang juara!”
Suara itu menjawab: “Kau adalah seorang juara!”
Sang anak terkesima, namun masih belum mengerti
Sang ayah lalu menjelaskan:
“Orang-orang menyebutnya Gema (Echo), namun sebenarnya ia adalah Hidup (Life). Ia selalu mengembalikan apa pun yang kita katakan atau lakukan. Hidup kita adalah cermin tindakan kita. Jika kau menginginkan lebih banyak cinta di dunia, ciptakanlah lebih banyak cinta dalam hatimu. Jika kau ingin timmu lebih kompeten, tingkatkanlah kompetensi dirimu. Hal ini berlaku untuk segalanya. Hidup akan mengembalikan segala hal yang kau berikan padanya.
A lovely story from Farrah Gray and his book “Reallionaire”
Knowledge Management as CSR
May 2nd, 2010
Sambil mencari-cari artikel untuk mengerjakan tugas Strategic Knowledge Management, saya menemukan sebuah artikel menarik dari Warta Ekonomi. Berikut adalah link-nya
Warta Ekonomi- KM and CSR
Di artikel tersebut kita dapat melihat salah satu implementasi lain dari Knowledge Management yakni sebagai salah satu upaya perusahaan untuk melakukan Corporate Social Responsibility (CSR), sebuah ide yang unik dan menarik. Selama ini saya selalu memandang bahwa tujuan utama knowledge management adalah bagaimana perusahaan menyimpan knowledge tersebut sehingga tetap tertanam di dalam perusahaan, sehingga perusahaan dengan mudah memperolehnya ketika dibutuhkan (misalnya ketika menghadapi sebuah problem).
Namun yang dilakukan Unilever cukup menarik. Mereka melakukan sharing atas knowledge yang mereka miliki kepada masyarakat, sebagai salah satu bentuk kepedulian sosial perusahaan. Sharing knowledge tersebut dilakukan dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan cara mengolah bahan-bahan bekas, sehingga mereka dapat memanfaatkannya untuk mencari nafkah.
Namun selain memberikan manfaat yang baik bagi lingkungan (sosial), ternyata Unilever juga mendapatkan manfaat dari Knowledge tersebut berupa ide-ide akan product baru. Laksmi S. Tobing, HR Business Partner for Marketing Division PT Unilever Indonesia Tbk, menyatakan bahwa dengan melakukan knowledge sharing maka dampak pengembangan diri akan dirasakan kedua pihak. “Berbagi (KM) dengan orang lain akan membuat sinergi, “ jelasnya.
Sebuah ide yang sangat jenius, karena biasanya CSR dilakukan dengan memberikan hal-hal tangible seperti uang, sembako, dsb. Dengan memberikan Knowledge manfaat yang diberikan kepada masyarakat tentunya akan berlangsung lebih lama, karena dari knowledge tersebut masyarakat dapat mencari mata pencaharian dan memperbaiki kehidupannya. Sangat berbeda dengan memberikan sembako, karena efek yang dirasakan hanya temporary dan manfaatnya akan hilang saat sembako tersebut habis.
Hal kedua yang membuat ide tersebut jenius adalah ternyata kegiatan tersebut memberikan feedback bagi perusahaan juga, berupa inovasi akan produk-produk perusahaan. Sebuah hal yang tidak dapat diperoleh, jika perusahaan hanya memberikan sembako kepada masyarakat.
Benar-benar ide yang jenius…
Pranav Mistry, a PhD student in the Fluid Interfaces Group at MIT’s Media Lab, mendemokan penemuan terbarunya Sixth Sense di forum TED. Jika anda pernah melihat demo Microsoft Surface, sebuah Computer GUI spesial yang memungkinkan kita melakukan computing di benda-benda yang kita temui sehari-hari seperti meja, maka Sixth sense lebih dari itu. Kita dapat melakukan computing tanpa membutuhkan objek spesial untuk melakukannya. Sebagai contoh, ketika kita ingin mengambil foto pemandangan, kita cukup membentuk persegi dengan jari-jari kita ke arah pemandangan tersebut. Ketika kita ingin melihat jam, kita cukup menggerakkan jari kita seperti lingkaran dan akan muncul GUI dari jam tersebut. Bahkan ketika kita ingin menelpon, kita cukup membuka telapak tangan kita sehingga Sixth Sense dapat menampilkan GUI dari nomor telepon dan kita dapat berbicara melalui headset yang ada.
Bagaimana hal tersebut dapat dilakukan? Pada dasarnya sixth sense adalah gabungan dari kamera yang berfungsi sebagai sensor untuk menangkap pergerakan jari-jari kita, digabungkan dengan sebuah proyektor untuk menampilkan GUI dari program yang kita jalankan, dan juga sebuah cellphone yang berfungsi layaknya CPU pada komputer. Dengan mengkombinasikan ketiga Item tersebut, Pranav berhasil merancang sebuah interface baru yang dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan disekitar kita, dimanapun kita berada.
Dan hal yang paling penting adalah Sixth Sense juga terhubung dengan Cloud (internet), hal tersebut memungkinkan kita mendapatkan data dari berbagai benda disekitar kita. Sebagai contoh ketika, kita ingin memilih sebuah film di toko video maka kita cukup mengarahkan Sixth Sense ke arah video tersebut, sehingga ia bisa memperoleh data tentang video itu. Data yang didapat kemudian diteruskan via internet. Ketika Sixth Sense sudah menemukan item yang sesuai, maka ia akan menampilkan hasil rekomendasi film yang diperoleh via internet melalui proyektor sehingga kita dapat GUInya langsung di samping video tersebut.
So enough with the talk, you should see it yourself How jaw-dropping Sixth Sense is….
Cloud Computing Case- Hire a Hero
May 2nd, 2010
Hire a Hero adalah sebuah organisasi berskala kecil (small enterprise) non profit yang bertindak sebagai penyalur tenaga kerja khusus, yakni para veteran-veteran militer untuk dapat bekerja di lingkungan normal (non militer). Setelah berjalan beberapa tahun, Hire a Hero berusaha mengembangkan sendiri sistem informasinya untuk memudahkan bisnis mereka. Namun apa yang terjadi, aplikasi yang mereka kembangkan ternyata kurang dapat mendukung bisnis mereka. Akhirnya Hire a Hero menemui jalan buntu dan ribuan dollar investasi yang mereka lakukan pun sia-sia.
Pimpinan Hire a Hero pun akhirnya mencoba mencari jalan keluar. Setelah melakukan searching dan sedikit riset, ia akhirnya memutuskan bahwa beberapa aplikasi Cloud Computing dapat menjadi solusi bagi sistem informasi yang ingin mereka kembangkan. Aplikasi-aplikasi tersebut diantaranya:
Aplikasi pertama adalah salesforce.com, yang kita ketahui merupakan aplikasi Costumer Relationship Management (CRM). Selain untuk mengolah data-data Customer dan juga mendukung kegiatan sales serta Customer Relationship, dengan salesforce.com Hire a Hero bisa mengotomatisasi beberapa business logicnya. Sebagai contoh saat member (pencari kerja) Hire a Hero belum mengirimkan CV mereka maka salesforce.com akan mengirimkan reminder e-mail secara otomatis. Begitu pula saat member (pencari kerja) tidak datang ke interview, maka akan ada pesan (e-mail) yang memberitahu siapa yang harus dihubungi untuk membantu mereka.
Aplikasi kedua adalah yourmembership.com, yang akan menjadi aplikasi front-end berbasis web bagi sistem mereka. Dengan web tools ini para member Hire a Hero, baik pencari kerja maupun penyedia lowongan, bisa mengisi data mereka yang kemudian akan diinput ke dalam sistem. Yourmembership.com juga menyediakan fungsi social networking, layaknya situs friendster.com maupun myspace.com, sehingga member dapat saling terhubung satu sama lain. Hal tersebut tentunya akan mendekatkan hubungan antar member, yang berujung dengan bertambah kuatnya hubungan member dengan Hire a Hero.
Yang ketiga namun yang paling penting adalah sebuah aplikasi data integration yang dapat menghubungkan salesforce.com dengan yourmembership.com, sehingga data-data yang berasal dari yourmembership.com bisa langsung masuk ke dalam database salesforce.com. Aplikasi tersebut adalah XAware, sebuah open-source solution, yang terdaftar dalam module AppExchange di salesforce.com.
Dengan adanya ketiga aplikasi tersebut memungkinkan Hire a Hero melakukan fungsi bisnis mereka yakni online recruitment tanpa harus pusing mengembangkan sistem mereka sendiri. Tentunya hal tersebut juga mengurangi cost yang mereka keluarkan, dikarenakan biaya yang murah dalam menggunakan online service tersebut. Sebagai contoh yourmembership.com hanya menarik biaya $500 sebulan. Sangat berbeda dengan biaya sebelumnya, sebesar $2500 per bulan, yang dikeluarkan untuk menggaji seluruh technical staff mereka.
Waktu yang diperlukan hingga aplikasi bisa terpakai juga lebih singkat dibandingkan saat Hire a Hero men-develop aplikasi mereka sendiri (yang ternyata berakhir mengecewakan). Belum lagi fitur-fitur yang ditawarkan salesforce.com, yang sudah dipakai berbagai macam perusahaan besar, tentunya jauh lebih lengkap dibanding aplikasi mereka sendiri.
Dan terakhir, karena Hire a Hero adalah perusahaan non-profit maka baik salesforce.com dan yourmembership.com memberikan layanan mereka secara cuma-cuma. Sebuah hal yang tentunya sangat menguntungkan Hire a Hero.
Cloud Computing- Definition
May 2nd, 2010
Dari gambar dapat kita amati bahwa penggunaan kata “Cloud” merupakan metafora dari Internet, karena Internet adalah teknologi utama dalam Cloud Computing ini. Pada Cloud Computing kita dapat mengakses seluruh aplikasi yang kita butuhkan melalui Internet browser, seperti Mozilla Firefox dan Internet Explorer, dan menggunakannya seperti aplikasi lain yang telah diinstal di computer kita. Aplikasi tersebut akan berjalan di server yang dimiliki oleh Cloud provider, penyedia jasa Cloud, yang artinya kita tidak perlu membayar license untuk instalasi aplikasi tersebut ataupun membeli hardware baru untuk dapat menggunakannya. Yang kita butuhkan hanyalah akses berupa username dan password yang kita peroleh melalui biaya bulanan (monthly subscription). Tentunya biaya tersebut lebih murah ketimbang menginstall aplikasi tersebut. Tidak hanya itu pula, kita juga dimudahkan karena tidak harus memikirkan tentang maintenance dan update, karena seluruh proses tersebut dilakukan oleh provider di server yang ia miliki.
Sebagai contoh perbandingan antara aplikasi yang ada sekarang dengan aplikasi cloud adalah Microsoft Exchange Server dengan Google mail (Gmail). Apakah dengan Gmail kita harus membeli license software? Tidak. Apakah dengan Gmail kita perlu membeli server dan storage untuk menginstalnnya? Tidak. Apakah kita membutuhkan Technical Team untuk maintenance Gmail kita? Jawabannya tentulah tidak. Yang kita butuhkan hanya login ke Gmail via internet browser dan mengkostumisasi aplikasi itu sesuai keinginan kita.
Cloud Computing- Introduction
May 2nd, 2010
Bayangkan diri anda adalah seorang pemilik perusahaan berskala menengah ke bawah. Setelah beberapa lama menjalankan perusahaan akhirnya anda menyadari, bahwa dengan adanya persaingan yang ketat maka dibutuhkan strategi-strategi yang jitu untuk mempertahankan dan mengembangkan posisi perusahaan anda di pasar. Kemudian dari situ anda memutuskan, agar dapat menentukan strategi dengan baik anda membutuhkan informasi yang cepat dan akurat. Dan akhirnya anda memutuskan untuk mengembangkan sistem informasi bagi perusahaan anda, sebagai salah satu strategi bisnis anda untuk tetap dapat bersaing dengan rival-rival anda.
Anda pun melakukan riset, dan menyadari bahwa ada banyak pilihan yang dapat anda tempuh untuk mengembangkan sistem informasi di perusahaan anda. Pilihan pertama anda jatuh pada aplikasi Enterprise Resource Planning (ERP) yang telah disediakan vendor. Aplikasi ERP ini anda harapkan bisa melakukan integrasi untuk keseluruhan proses bisnis yang ada dalam perusahaan, sebagai contoh Sales, Procurement, Finance, dan Human Resource, sehingga anda bisa memperoleh informasi mengenai perusahaan secara menyeluruh. Lalu setelah yakin untuk menerapkan konsep ERP ini, anda kemudian melihat-lihat daftar software ERP yang akan anda pilih, dan anda pun terkejut akan cost yang dibutuhkan untuk mengimplementasikannya.
SAP, sebuah software ERP yang sangat terkenal di dunia, memiliki total cost rata-rata 1 juta US$ atau setara dengan 10 milyar rupiah untuk keseluruhan proses implementasinya. Merasa sangat tidak mungkin untuk mengimplementasi SAP, anda kemudian melihat produk lain yang lebih murah yakni Oracle E-Business Suite.
Tapi sekali lagi anda dibuat pusing oleh harga yang ditawarkan, yakni US$ 17.000 atau senilai dengan 170 juta rupiah untuk licensenya dan US$ 3.672 atau senilai dengan 36 juta rupiah untuk biaya update dan supportnya. Harga yang sangat maha untuk investasi bagi perusahaan berskala menengah ke bawah (Small-Medium Enterprise). Walaupun begitu anda tetap tidak menyerah untuk mencari software ERP dengan harga yang lebih murah, dan akhirnya anda mendapatkan apa yang anda inginkan.
Sebuah software ERP Open Source, yakni Adempiere, dimana anda tidak dikenakan biaya apapun untuk instalasinya. Sebuah benefit yang sangat terasa bagi ”kantong” perusahaan berskala menengah ke bawah. Dan walaupun anda menyadari bahwa Adempiere membutuhkan software lain, seperti operating system dan database, untuk menunjangnya, anda tetap bisa mendapatkan versi Open Source dari software tersebut, seperti PostgreSQL untuk databasenya dan Linux untuk operating systemnya. Tentu saja karena semua software itu berbasis Open Source, biaya yang dikeluarkan untuk instalasinya pun gratis.
Namun setelah bernapas lega untuk beberapa saat, anda teringat kembali bahwa anda belum menghitung biaya yang dikeluarkan untuk membeli hardware, dengan kata lain komputer dan server, untuk menjalankan software tersebut. Walaupun Adempiere membutuhkan spesifikasi komputer yang standar untuk penginstalannya, namun anda tetap harus membeli komputer sesuai dengan jumlah staff yang akan menggunakan aplikasi tersebut, yang berarti bertambahnya cost untuk investasi anda. Dan tidak cukup sampai disitu, tentunya anda membutuhkan cost maintenance (perawatan) untuk memastikan hardware tersebut dapat berjalan dengan semestinya.
Dengan memakai Open Source software, berarti tidak ada vendor yang mensupport anda. Dengan kata lain, tim IT anda bertanggung jawab penuh dalam mengembangkan dan mensupport system informasi perusahaan anda. Hal ini berarti anda membutuhkan professional IT di bidangnya masing-masing, seperti Software Developer, Network Engineer, dan Database Admin, untuk dapat memastikan aplikasi anda dapat berjalan semestinya dan berkembang sesuai dengan yang anda inginkan. Tentunya ini merupakan cost lagi bagi perusahaan anda, karena anda harus menambah karyawan untuk divisi IT tersebut.
Permasalahannya belum berhenti sampai disitu, ketika ada update terbaru untuk software yang anda gunakan, tim IT anda tentunya akan sibuk untuk mengintegrasikan ulang software anda yang lain dengan versi terbaru dari software tersebut. Hal ini dikarenakan tidak semua edisi pada sebuah software compatible dengan software yang lain.
Akhirnya setelah lelah memikirkan semua permasalahan tersebut anda pun berpikir, seandainya saja anda bisa menggunakan aplikasi yang anda inginkan tanpa harus dipusingkan oleh hal-hal tersebut. Seandainya saja anda bisa menggunakan aplikasi tanpa harus dikenakan biaya license yang tinggi, membeli hardware, memperkerjakan tenaga IT tambahan, dan juga memikirkan update dan maintenance-nya. Seandainya saja anda bisa “meleasing” aplikasi tersebut dan membayarnya dengan biaya bulanan layaknya anda menggunakan listrik. Maka kini, semua impian tersebut sudah dapat terwujud dengan adanya metode computing terbaru, yakni Cloud Computing.