Hacked By XwoLfTn

September 9th, 2010

Hacked By XwoLfTn – Tunisian Hacker

?

August 22nd, 2010

Warisan Budaya

Dalam bukunya, Outliers, Malcolm Gladwell mengingatkan kita agar tidak pernah menganggap enteng warisan budaya, karena hal tersebut lah yang menjadi salah satu faktor pembentuk pribadi kita. Di buku tersebut Gladwell memberi contoh bagaimana orang Korea bisa mengurangi tingkat kecelakaan pesawat terbang dengan memperhatikan faktor tersebut.

Kecelakaan pesawat, kebanyakan terjadi bukan karena hal besar yang kita lihat di film-film Hollywood, seperti serangan teroris ataupun badai, melainkan karena hal-hal kecil yang terjadi secara berurutan. Salah satu hal kecil tersebut yang paling banyak ditemui dalam kecelakaan pesawat terbang adalah adanya “penghalusan”.

Anda pasti bertanya-tanya apa sih “penghalusan” ini…

Bayangkan, jika anda berada di sebuah perusahaan yang sangat menjunjung tinggi posisi orang dalam hirarki organisasinya. Ketika itu anda sedang berada dalam sebuah Project dimana Bos anda adalah seorang Project Manager-nya. Bos anda memerintahkan kepada anda untuk membuat sebuah sistem berdasarkan rancangan yang ia buat, tapi anda serta seluruh team menyadari bahwa apa yang ia rancang salah dan akan berefek buruk jika dijalankan. Apakah anda langsung berkata “Pak, bapak salah. Harusnya begini…bla..bla..bla” ? Kebanyakan orang pasti mengatakan “Begini pak, maaf ya pak kalau saya berbeda pendapat dengan bapak. Kalo menurut pemikiran saya sih bukannya begini ya pak…” . Hal tersebut adalah salah satu bentuk “penghalusan”, dimana kita menggunakan bahasa yang halus dan bahkan lebih hati-hati untuk berkomunikasi dengan lawan bicara yang lebih tinggi stratanya menurut kita.

Hal ini lah yang menjadi budaya utama di Korea…

Korea memiliki 6 tipe bahasa, dan penggunaannya dibedakan berdasarkan siapa lawan bicara anda. Ketika anda berbicara dengan teman sepermainan anda, misalnya saat hang-out, maka bahasa yang anda gunakan akan berbeda dengan yang digunakan saat berbicara dengan atasan anda. Ketika anda makan siang dengan atasan anda, maka anda tidak boleh menyentuhkan makanan anda duluan sebelum atasan anda menyentuhnya. Anda tidak boleh duduk lebih dulu, sebelum atasan anda duduk.

Dan tahukah anda apa yang terjadi ketika anda memberitahu sang atasan, namun ternyata analisis anda salah? Atasan anda akan menampar anda dengan punggung tangannya!

Anda dapat bayangkan bagaimana perasaan seorang Co-Pilot korea yang sadar bahwa ada sesuatu hal yang aneh pada pesawatnya, namun ia kesulitan menyampaikan hal tersebut karena ia takut jika analisisnya salah dan sang Pilot marah karena merasa dikritik…

Sebuah hal kecil yang dapat membawa hal yang lebih besar terjadi, kecelakaan pesawat terbang….

Setelah menyadari hal tersebut, kini beberapa maskapai Korea pun akhirnya berusaha menghilangkan adanya “penghalusan” dengan mentraining pilot-pilot-nya dan membudayakan beberapa kebiasaan baru, seperti memanggil dengan nama saja antar staffnya. Dan hal tersebut terbukti berhasil! Kini Korean Air, salah satu maskapai penerbangan di Korea yang sudah menerapkan hal tersebut, menjadi salah satu maskapai terbaik di Asia.

Rasa Ingin Tahu

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Satu warisan budaya yang menurut saya paling berakar di Indonesia adalah rasa ingin tahu  (curiosity) yang sangat besar.

Coba anda perhatikan sekilas saat terjadi sebuah event, sebut saja kecelakaan kendaraan bermotor. Biasanya, terjadinya kecelakaan tersebut akan langsung diiringi dengan kemacetan. Memang hal pertama yang membuat macet adalah karena sang korban kecelakaan atau pengendara lain harus membantu memindahkan kendaraannya ke pinggir jalan. Namun jika kita perhatikan dengan seksama, hal itu membutuhkan waktu kurang dari 10 menit. Lalu apa menurut anda yang membuat kita harus kehilangan 30 menit untuk melewati kemacetan akibat kecelakaan tersebut? Jawabannya adalah banyaknya pengendara yang meluangkan waktunya, tidak untuk menolong, namun hanya melihat seberapa parah luka sang korban. Belum lagi jika terjadi perkelahian, pasti akan ada satu-dua pengendara yang menepi, bukan untuk melerai, namun menonton siapa yang memenangkan pertarungan tersebut.

Hal tersebut tentunya hanya dapat terjadi dari sebuah rasa ingin tahu yang sangat besar…

Contoh lain..

Beberapa tahun yang lalu saat terjadi bencana jebolnya tanggul Situ Gintung ada sebuah hal unik yang sangat menarik perhatian saya. Di saat semua rumah penduduk sudah rata dengan tanah, terjadi bencana lain yakni terjadi longsor di beberapa wilayah sekitar waduk. Ternyata setelah dilihat lebih jauh, longsor terjadi karena tanah yang kondisinya masih rapuh terkena erosi luapan air tidak kuat menahan beban para “penonton” yang berada di sekitarnya. Dan yang paling mengejutkan ternyata para “penonton” tersebut sebagian besar bukan merupakan tim evakuasi ataupun organisasi yang ingin menolong korban Situ Gintung. Para “penonton” tersebut sebagian besar berasal dari wilayah luar Situ yang datang ingin melihat sisa-sisa bencana. Bukan untuk “menolong” tetapi untuk “menonton”!

Sekali lagi kita melihat adanya rasa ingin tahu yang sangat besar..

Yang paling mengejutkan adalah yang terjadi akhir-akhir ini. Saat Ariel mengeluarkan sequel video porno-nya,  saya iseng-iseng melakukan survey kecil-kecilan di tempat saya bekerja. Banyak ibu-ibu di kantor saya, yang nyatanya sudah berkeluarga, mendownload video tersebut baik dari internet maupun dari handphone temannya. Saat saya tanya mengapa mereka melakukan hal tersebut, anda sudah dapat menebak jawabannya, mereka menjawab:

“Abis Penasaran pengen liat videonya kaya gimana”

Sungguh sebuah rasa keingintahuan yang besar!

*Mungkin ini sebabnya infotainment laris di negara kita

Banyak sekali fenomena, yang tanpa kita sadari, berawal dari sebuah rasa ingin tahu dan hal ini sebenarnya tidak salah.

Mengapa? Karena rasa ingin tahu adalah kunci bagi diri kita untuk berkembang. Rasa ingin tahu adalah motor penggerak diri kita untuk menambah pengetahuan. Rasa ingin tahu adalah sumber bagi segala kreatifitas kita. Tanpa adanya rasa ingin tahu maka tidak akan ada E=mc2.

Lalu mengapa kita tidak dapat mengubah arah rasa ingin tahu kita? Mengapa hal yang sangat “liar” ini tidak dapat kita kendalikan ke arah yang positif?

Terakhir, diawal menulis artikel ini saya sengaja mencantumkan judul “?”, untuk mengetahui seberapa jauhkah judul tersebut memancing rasa penasaran anda. Jika anda mengklik artikel ini karena judul tersebut, maka tanpa anda sadari anda telah memiliki salah satu kunci untuk mengembangkan diri anda, yakni rasa ingin tahu yang besar. Dan jika anda mendapatkan satu-dua pengetahuan baru dari tulisan ini, anda sudah membuktikan seberapa besar manfaat rasa ingin tahu tersebut. Yang kini anda, saya, dan kita semua perlukan adalah memfokuskan rasa ingin tahu tersebut kepada hal-hal yang berguna.

stay_hungry_stay_foolish

Stay Hungry – Stay Foolish

Another Google Motive

June 22nd, 2010

Kemarin, kalo ga salah sebulan yang lalu Google dateng ke Binus. Menurut info salah satu dosen S2, katanya mereka kemari pgn kerja sama dengan Binus tentang pengembangan teknologi Voice Recognitionnya. Dan kata beliau, Google rencananya pgn mempercantik teknologi itu sampe ketingkat dialek2nya. Jadi kalo kita ketik “It’s okay, if that so” dalam bahasa inggris, kita bisa denger “Oke La Kalo Begitu” versinya Warteg Boyz dalam dialek Jowo. Begitulah simplenya..

Tapi karena saking penasarannya, akhirnya saya mencoba mencari tahu apa sih maksud Google bikin teknologi Voice Recognition kaya gt? Kenapa mesti Voice Recognition, padahal diakan bisnis utamanya Search Engine?

Akhirnya saya menemukan jawabannya, kembali ke beberapa bulan yang lalu Google meluncurkan hardware pertamanya yakni sebuah Smartphone bernama Nexus One. Yup, anda benar..

Kemungkinan besar Google bakal gunain Voice Recognitionnya buat nambah fungsi di smartphone terbarunya itu. Tapi apa untungnya si Voice Recognition? Kenapa bela-belain ampe tingkat dialek gitu?

Kemudian saya kembali ke beberapa bulan sebelumnya lagi dimana Google baru meluncurkan produk barunya yakni Google Wave.. *saya udah punya akunnya lho? -sombong

Kalo kita perhatiin Demonya Google Wave, diakhir demo sang product manager menunjukkan fitur paling canggih, menurut saya, di Google Wave. Si manager mengetik dalam bahasa Rusia, dan dalam detik itu juga, kata perkata, langsung ditranslate ke bahasa Inggris di lawan bicaranya…Sungguh genius..

Lah terus apa hubungannya to mas? Anda mungkin uda bisa menerka2…

Ya, dengan adanya voice recognition yang canggih, anda dapat membayangkan sebuah ponsel dimana saat anda berbicara bahasa Indonesia, lawan bicara anda mendengar dalam bahasa inggris..detik itu juga, saat itu juga…

Sebuah potensi yang sangat besar untuk smartphone, dan bisa jadi mengalahkan teknologi multitouch-nya iPhone yang lagi ngetren saat ini..

Walaupun pasti banyak masalah yang muncul, misalnya salah translate, tapi Google bisa jadi Pioneer di teknologi ini. Dan bukankah Jakarta tidak dibuat dalam sehari? Pastinya teknologi Google bakal terus diasah hingga lebih ciamik lagi seiring berjalannya waktu..

Semoga Google menyadarinya.. 😀

Pada postingan sebelumnya saya sempat ngebahas mengenai bagaimana Knowledge bisa membantu lingkungan sekitar kita (CSR). Now we back to the very root of KM, about knowledge itself.

Prinsip utama knowledge, at least for me, adalah layaknya sebuah air di dalam keran. Jika kita membuka keran tersebut dan mengalirkan air ke luar, maka makin banyak pula air yang mengalir melalui keran itu. Dan jika kita menutup keran tersebut, maka air pun akan tersumbat dan tidak bertambah.

Hal tersebut sama dengan Knowledge, jika kita menyebarkan dan men-share knowledge yang kita miliki maka kita akan lebih banyak mendapatkan Knowledge baru. Dan jika kita hanya menyimpannya untuk diri kita sendiri, maka hanya knowledge tersebut sajalah yang kita dapat, tidak lebih dan tidak kurang.
Lalu bagaimana hal tersebut dapat terjadi?

Satu hal yang paling simple sebagai bentuk Knowledge Sharing adalah Blogging. Dengan membuat blog tanpa sadar kita telah menuangkan sedikit atau bahkan banyak ilmu kepada orang yang membacanya (well, maybe it depends on what “knowledge” do we share). Diantara sekian banyak orang yang membaca tersebut, pastilah tentunya akan ada yang memberikan feedback ke kita berupa komentar-komentar, baik itu bermanfaat atau tidak. Namun dari komentar tersebut kita dapat belajar, and at least kita dapat memperbaiki tulisan kita di postingan yang lain.

Dan ternyata prinsip ini tidak hanya berlaku bagi individu, but also for the company itself. Hal tersebutlah yang dilakukan oleh Unilever, yang sempat saya bahas pada postingan sebelumnya, melakukan kegiatan social (Corporate Social Responsibility-CSR) dengan men-share knowledge yang mereka miliki kepada masyarakat. Dan apa yang mereka dapat? Inspirasi akan produk-produk baru serta feedback yang positif dari masyarakat…

Jadi jangan pernah takut kalau anda akan kehabisan ilmu yang anda miliki jika anda selalu menyebarkannya, karena ilmu tersebut akan memberikan sinergi bagi anda dan orang yang anda terangkan untuk terus berkembang.
*sedikit curhat: dulu waktu S1 banyak sekali teman2 saya yang pelit akan ilmunya

So what are we waiting for? Lets share our knowledge!

Cloud Computing, yang sedang berada pada fase awalnya ini, tentunya masih memiliki banyak kekurangan sebelum bisa diterapkan luas untuk menggantikan metode computing yang ada sekarang. Diantara berbagai macam kekurangannya, yang paling banyak membuat perusahaan masih ragu untuk mengadopsi Cloud Computing adalah karena Cloud Computing masih merupakan sebuah teknologi tertutup dimana hanya provider yang mengetahui keseluruhan detail prosesnya. Sebagai contoh adalah multi-tenant nature pada cloud computing, dimana data dan aplikasi yang berjalan dari beberapa perusahaan akan berada di dalam satu mainframe provider. Hal ini tentunya membutuhkan transparansi dari provider kepada user, mengenai mekanisme dan peraturan dalam mengatur proses di mainframe tersebut. Belum lagi mengenai market position yang sangat menguntungkan provider, karena seluruh data user berada di area provider. Hal ini bisa mengakibatkan provider melakukan tekanan kepada user untuk tidak pindah ke provider lain, sebuah hal yang tentunya tidak akan menguntungkan user. Atas dasar itulah dibutuhkan sebuah standar yang mengatur Cloud Computing pada umumnya sehingga ia bisa menjadi terbuka, baik untuk provider maupun user. Standar tersebut adalah Open Cloud Manifesto.

Open Cloud Manifesto ini berisi beberapa poin utama, yakni:

  1. Cloud Provider (provider) harus bekerja sama dalam menghadapi tantangan cloud ke depan (baik itu dari segi Security, Integration, Portability, Interoperability, Governance / Management, Metering / Monitoring) melalui kolaborasi terbuka (open collaboration) dan penggunaan sebuah standard yang benar secara bersama-sama.
  2. Cloud Provider tidak boleh menggunakan market position mereka untuk mengunci pelanggan mereka (costumer) pada platform yang terbatas dan mengurangi pilihan provider yang akan pelanggan gunakan.
  3. Cloud provider harus menggunakan dan mengadopsi standard yang sudah ada dan masih layak digunakan (sebagai contoh html, xml, dsb). Hal ini dikarenakan industri IT telah berinvestasi sangat besar, sehingga provider tidak perlu menemukan ulang teknologi tersebut.
  4. Saat standard baru atau penyesuaian dari standard yang telah ada dibutuhkan, kita (cloud providers dan costumers) harus bijaksana dan pragmatis dalam menentukan standard tersebut, sehingga kita tidak menciptakan terlalu banyak standard di lingkungan Cloud Computing.
  5. Segala aktivitas komunitas (Open Cloud Supporter) yang berhubungan dengan Open Cloud harus didasarkan atas kebutuhan Costumer, bukan kebutuhan teknis Cloud Provider, dan harus dites terlebih dahulu terhadap kebutuhan Costumer yang sebenarnya.
  6. Organisasi Cloud Computing, Advocacy Group, maupun komunitas harus bekerja sama dan saling berkoordinasi, sehingga segala usaha untuk mengembangkan Cloud tidak menyebabkan konflik.

Open Cloud Manifesto ini dipimpin oleh IBM dan kini sudah memiliki lebih dari 250 perusahaan sebagai supporters, diantaranya adalah Cisco, HP, dan SUN. Namun beberapa nama besar, yakni Amazon, Google, Microsoft, dan salesforce.com, yang merupakan perusahaan terdepan dalam teknologi Cloud Computing menolak menandatangani Manifesto ini. Tentunya hal ini menimbulkan kontoversi terutama bagi para calon pengguna teknologi Cloud, karena mereka tidak mendapat kepastian mengenai poin-poin yang diajukan di dalam Manifesto tersebut.

Steve Martin, Senior Director of Developer Platform Product Management Microsoft, pada tanggal 26 Maret 2009 memberitahu alasan mengapa Microsoft tidak ikut dalam Open Cloud Manifesto tersebut. Ia memperlihatkan versi orisinil dari dokumen tersebut, dan menyatakan bahwa dokumen tersebut lebih seperti sebuah statement of losing sebuah perusahaan. Belum lagi perusahaannya (Microsoft) hanya diperbolehkan untuk menandatangi dokumen tersebut tanpa merubah isinya. Hal tersebut menambah keraguan Microsoft untuk ikut serta dalam manifesto ini.

Namun hal ini ditolak oleh Reuven Cohen, founder dari Enomaly (sebuah perusahaan yang menawarkan jasa Cloud) dan juga salah seorang penyusun manifesto tersebut. Ia menyatakan bahwa manifesto ini hanya bertujuan untuk menciptakan sebuah standard, sehingga user bisa berpindah dari cloud yang satu ke cloud yang lain dengan mudah, tanpa ada maksud lain.

Adapun keuntungan yang dapat kita peroleh dengan menggunakan Cloud Computing adalah:

Reduce The Cost

Dengan menggunakan Cloud Computing maka kita bisa menghindari Cost untuk pembayaran hardware, software, maupun service (maintenance dan update) yang biasanya merupakan investasi yang besar dengan tingkat kesuksesan yang rendah. Yang kita lakukan hanya melakukan pembayaran sesuai dengan tarif bulanannya. Dan biasanya biaya tersebut cukup murah, misalnya saja salesforce.com hanya memberikan biaya $9 per user tiap bulannya. Tentunya selain membayar biaya bulanan kita juga harus membayar biaya-biaya lain seperti listrik dan internet,  namun hal tersebut tentunya sudah menjadi kebutuhan utama yang terjangkau bagi setiap perusahaan.

Increase Storage

Pada Cloud Computing, aplikasi yang kita gunakan beserta databasenya akan berjalan di remote server (provider). Tentunya provider membutuhkan sebuah supercomputer yang dapat menjalankan banyak aplikasi dari banyak clientnya, oleh karena itu kebanyakan provider akan menggunakan mainframe sebagai server mereka. Dan tentunya hal ini akan menambah kapasitas penyimpanan kita, karena kapasitas penyimpanan datanya sangat berbeda jauh (lebih besar) jika dibandingkan dengan menggunakan komputer desktop.

Highly Automated

Pada Cloud Computing, kita tidak perlu pusing memikirkan untuk update pada aplikasi kita. Hal ini tentunya sangat kontras jika kita mengembangkan aplikasi sendiri. Misalnya kita mengembangkan aplikasi dengan database Oracle 9, maka ketika muncul Oracle 10g, kita harus melakukan beberapa perubahan pada aplikasi, sehingga aplikasi tersebut dapat terhubung dengan database Oracle 10g. Dan tentunya kita tidak akan perlu lagi untuk membayar tim IT tambahan untuk maintenance, karena seluruh kegiatan maintenance sudah otomatis dikerjakan oleh provider.

Flexibility

Cloud Computing memungkinkan lebih banyak fleksibilitas jika dibandingkan dengan metode Computing yang ada sekarang. Sebagai contoh pada aplikasi salesforce.com kita bisa mengkostumisasi tampilan untuk tiap user role. salesforce.com juga terintegrasi dengan facebook serta twitter yang memungkinkan kita mendapat informasi kostumer lebih jauh.

Dan bukan hanya itu, Cloud Computing juga menyediakan flexibilitas untuk performance-nya. Hal ini dikarenakan, dengan menggunakan Cloud Computing, kita dapat menambah atau mengurangi kapabilitas performance. Misalkan saat ini kita membutuhkan kapasitas penyimpanan 200Mb lalu dikemudian hari kita hanya membutuhkan 100Mb, maka Cloud Computing bisa menyesuaikannya. Berbeda dengan metode Computing biasa dimana kita harus membeli hard disk untuk menambah media penyimpanan. Apa yang terjadi saat hardware yang kita gunakan berlebih kapasitasnya? Tentu saja kita tidak bisa merubah kapasitas hardware tersebut, yang berarti pemborosan.

More Mobility

Dengan Cloud Computing, memungkinkan para karyawan mengakses aplikasi dari mana saja asalkan terhubung dengan internet. Tentunya hal ini menambah mobilitas para karyawan, karena para karyawan bisa mengerjakan atau mengecek task mereka melalui aplikasi tersebut saat mereka sedang dalam perjalanan kerja.

Allow IT to Shift Focus

Dengan menggunakan Cloud Computing, artinya kita menggunakan resource luar untuk menunjang Sistem Informasi kita. Hal ini tentunya akan meringankan beban kerja divisi IT, dan memungkinkan divisi IT untuk fokus ke inovasi-inovasi IT lain dalam menunjang bisnis strategi perusahaan tanpa harus pusing memikirkan hardware apalagi yang harus dibeli atau update software terbaru yang akan muncul.


Walaupun disebut-sebut sebagai Next Generation of Computing, Cloud Computing masi berada dalam fase awalnya dimana ia memiliki banyak tantangan yang harus dihadapi sebelum bisa diimplementasikan secara luas. Tantangan dan resiko itu diantaranya:

Security

Masih banyak perusahaan yang belum merasa nyaman untuk menyimpan data mereka pada sebuah system yang mereka tidak control. Maka untuk menjamin para penggunanya, Cloud Provider harus bisa memberikan transparansi pada keseluruhan proses Cloud yang mereka tawarkan.

Data and Application Interoperability:

Perusahaan memiliki berbagai kebutuhan dan tentunya satu produk Cloud saja tidak cukup untuk memenuhinya. Maka Cloud Provider harus dapat menyediakan kemampuan untuk berinteraksi, sebagai contoh saling bertukar data, antara Cloud yang ia sediakan dengan Cloud-Cloud yang disediakan provider lain maupun aplikasi lain yang di-develop oleh user.

Data and Application Portability

Harus adanya sebuah standard pada tiap Cloud bagi pembuatan port-nya. Sehingga saat mereka ingin berpindah ke produk cloud lain, mereka tidak perlu mengubah interface port mereka. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi para user, karena mereka tidak harus melakukan training lagi pada karyawan mereka untuk dapat menggunakan aplikasi Cloud dengan interface yang berbeda.

Governence and Management

Penggunaan metode shared infrastructure (virtualisasi) untuk masing-masing cloud yang dijalankan oleh tiap user selain memberikan manfaat, seperti fleksibilitas data dan low cost, namun juga menimbulkan masalah, yakni data-data perusahaan di simpan dalam sebuah mainframe yang sama. Hal ini tentunya memerlukan sebuah peraturan dan mekanisme standard yang mengatur bagaimana license, management, dan chargeback untuk mainframe tersebut

Metering and Monitoring

Tiap perusahaan pasti akan menggunakan banyak cloud dengan tiap provider yang mungkin berbeda satu sama lain. Maka diperlukan sebuah cara atau aplikasi untuk memonitor setiap cloud tanpa terbatasi oleh perbedaan provider tersebut.

Gema Kehidupan

May 2nd, 2010

Seorang Bocah dan Ayahnya berjalan di pegunungan.
Tiba-tiba, sang anak terjatuh, terluka, dan berteriak:
“Aaaaaahhhhhh!!!”
Sang anak terkejut karena mendengar sebuah suara menirukan teriakannya dari balik pegunungan:
“Aaaaaahhhhhh!!!”
Penasaran, ia berteriak: “Siapa Kau?”
Jawaban yang diterimanya: “Siapa Kau?”
Marah mendengar respons yang didengarnya, ia kembali berteriak: “Dasar Pengecut!!!”
Lagi-lagi ia menerima jawaban yang sama: “Dasar Pengecut!!!”
Ia lalu memandang ayahnya dan bertanya: “Apa yang sebenarnya terjadi?”
Sang ayahpun tersenyum dan berkata: “Anakku, perhatikanlah.”
Lalu ia berteriak ke arah pegunungan, “Aku mengagumimu!”
Suara itu menjawab teriakannya dengan: “Aku mengagumimu!”
Sang ayah kembali berteriak, “Kau adalah seorang juara!”
Suara itu menjawab: “Kau adalah seorang juara!”
Sang anak terkesima, namun masih belum mengerti
Sang ayah lalu menjelaskan:
“Orang-orang menyebutnya Gema (Echo), namun sebenarnya ia adalah Hidup (Life). Ia selalu mengembalikan apa pun yang kita katakan atau lakukan. Hidup kita adalah cermin tindakan kita. Jika kau menginginkan lebih banyak cinta di dunia, ciptakanlah lebih banyak cinta dalam hatimu. Jika kau ingin timmu lebih kompeten, tingkatkanlah kompetensi dirimu. Hal ini berlaku untuk segalanya. Hidup akan mengembalikan segala hal yang kau berikan padanya.

A lovely story from Farrah Gray and his book “Reallionaire”


Sambil mencari-cari artikel untuk mengerjakan tugas Strategic Knowledge Management, saya menemukan sebuah artikel menarik dari Warta Ekonomi. Berikut adalah link-nya
Warta Ekonomi- KM and CSR

Di artikel tersebut kita dapat melihat salah satu implementasi lain dari Knowledge Management yakni sebagai salah satu upaya perusahaan untuk melakukan Corporate Social Responsibility (CSR), sebuah ide yang unik dan menarik. Selama ini saya selalu memandang bahwa tujuan utama knowledge management adalah bagaimana perusahaan menyimpan knowledge tersebut sehingga tetap tertanam di dalam perusahaan, sehingga perusahaan dengan mudah memperolehnya ketika dibutuhkan (misalnya ketika menghadapi sebuah problem).

Namun yang dilakukan Unilever cukup menarik. Mereka melakukan sharing atas knowledge yang mereka miliki kepada masyarakat, sebagai salah satu bentuk kepedulian sosial perusahaan. Sharing knowledge tersebut dilakukan dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan cara mengolah bahan-bahan bekas, sehingga mereka dapat memanfaatkannya untuk mencari nafkah.

Namun selain memberikan manfaat yang baik bagi lingkungan (sosial), ternyata Unilever juga mendapatkan manfaat dari Knowledge tersebut berupa ide-ide akan product baru. Laksmi S. Tobing, HR Business Partner for Marketing Division PT Unilever Indonesia Tbk, menyatakan bahwa dengan melakukan knowledge sharing maka dampak pengembangan diri akan dirasakan kedua pihak. “Berbagi (KM) dengan orang lain akan membuat sinergi, “ jelasnya.

Sebuah ide yang sangat jenius, karena biasanya CSR dilakukan dengan memberikan hal-hal tangible seperti uang, sembako, dsb. Dengan memberikan Knowledge manfaat yang diberikan kepada masyarakat tentunya akan berlangsung lebih lama, karena dari knowledge tersebut masyarakat dapat mencari mata pencaharian dan memperbaiki kehidupannya. Sangat berbeda dengan memberikan sembako, karena efek yang dirasakan hanya temporary dan manfaatnya akan hilang saat sembako tersebut habis.

Hal kedua yang membuat ide tersebut jenius adalah ternyata kegiatan tersebut memberikan feedback bagi perusahaan juga, berupa inovasi akan produk-produk perusahaan. Sebuah hal yang tidak dapat diperoleh, jika perusahaan hanya memberikan sembako kepada masyarakat.

Benar-benar ide yang jenius…


Pranav Mistry, a PhD student in the Fluid Interfaces Group at MIT’s Media Lab, mendemokan penemuan terbarunya Sixth Sense di forum TED. Jika anda pernah melihat demo Microsoft Surface, sebuah Computer GUI spesial yang memungkinkan kita melakukan computing di benda-benda yang kita temui sehari-hari seperti meja, maka Sixth sense lebih dari itu. Kita dapat melakukan computing tanpa membutuhkan objek spesial untuk melakukannya. Sebagai contoh, ketika kita ingin mengambil foto pemandangan, kita cukup membentuk persegi dengan jari-jari kita ke arah pemandangan tersebut. Ketika kita ingin melihat jam, kita cukup menggerakkan jari kita seperti lingkaran dan akan muncul GUI dari jam tersebut. Bahkan ketika kita ingin menelpon, kita cukup membuka telapak tangan kita sehingga Sixth Sense dapat menampilkan GUI dari nomor telepon dan kita dapat berbicara melalui headset yang ada.

Bagaimana hal tersebut dapat dilakukan? Pada dasarnya sixth sense adalah gabungan dari kamera yang berfungsi sebagai sensor untuk menangkap pergerakan jari-jari kita, digabungkan dengan sebuah proyektor untuk menampilkan GUI dari program yang kita jalankan, dan juga sebuah cellphone yang berfungsi layaknya CPU pada komputer. Dengan mengkombinasikan ketiga Item tersebut, Pranav berhasil merancang sebuah interface baru yang dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan disekitar kita, dimanapun kita berada.

Dan hal yang paling penting adalah Sixth Sense juga terhubung dengan Cloud (internet), hal tersebut memungkinkan kita mendapatkan data dari berbagai benda disekitar kita. Sebagai contoh ketika, kita ingin memilih sebuah film di toko video maka kita cukup mengarahkan Sixth Sense ke arah video tersebut, sehingga ia bisa memperoleh data tentang video itu. Data yang didapat kemudian diteruskan via internet. Ketika Sixth Sense sudah menemukan item yang sesuai, maka ia akan menampilkan hasil rekomendasi film yang diperoleh via internet melalui proyektor sehingga kita dapat GUInya langsung di samping video tersebut.

So enough with the talk, you should see it yourself How jaw-dropping Sixth Sense is….