?

August 22nd, 2010

Warisan Budaya

Dalam bukunya, Outliers, Malcolm Gladwell mengingatkan kita agar tidak pernah menganggap enteng warisan budaya, karena hal tersebut lah yang menjadi salah satu faktor pembentuk pribadi kita. Di buku tersebut Gladwell memberi contoh bagaimana orang Korea bisa mengurangi tingkat kecelakaan pesawat terbang dengan memperhatikan faktor tersebut.

Kecelakaan pesawat, kebanyakan terjadi bukan karena hal besar yang kita lihat di film-film Hollywood, seperti serangan teroris ataupun badai, melainkan karena hal-hal kecil yang terjadi secara berurutan. Salah satu hal kecil tersebut yang paling banyak ditemui dalam kecelakaan pesawat terbang adalah adanya “penghalusan”.

Anda pasti bertanya-tanya apa sih “penghalusan” ini…

Bayangkan, jika anda berada di sebuah perusahaan yang sangat menjunjung tinggi posisi orang dalam hirarki organisasinya. Ketika itu anda sedang berada dalam sebuah Project dimana Bos anda adalah seorang Project Manager-nya. Bos anda memerintahkan kepada anda untuk membuat sebuah sistem berdasarkan rancangan yang ia buat, tapi anda serta seluruh team menyadari bahwa apa yang ia rancang salah dan akan berefek buruk jika dijalankan. Apakah anda langsung berkata “Pak, bapak salah. Harusnya begini…bla..bla..bla” ? Kebanyakan orang pasti mengatakan “Begini pak, maaf ya pak kalau saya berbeda pendapat dengan bapak. Kalo menurut pemikiran saya sih bukannya begini ya pak…” . Hal tersebut adalah salah satu bentuk “penghalusan”, dimana kita menggunakan bahasa yang halus dan bahkan lebih hati-hati untuk berkomunikasi dengan lawan bicara yang lebih tinggi stratanya menurut kita.

Hal ini lah yang menjadi budaya utama di Korea…

Korea memiliki 6 tipe bahasa, dan penggunaannya dibedakan berdasarkan siapa lawan bicara anda. Ketika anda berbicara dengan teman sepermainan anda, misalnya saat hang-out, maka bahasa yang anda gunakan akan berbeda dengan yang digunakan saat berbicara dengan atasan anda. Ketika anda makan siang dengan atasan anda, maka anda tidak boleh menyentuhkan makanan anda duluan sebelum atasan anda menyentuhnya. Anda tidak boleh duduk lebih dulu, sebelum atasan anda duduk.

Dan tahukah anda apa yang terjadi ketika anda memberitahu sang atasan, namun ternyata analisis anda salah? Atasan anda akan menampar anda dengan punggung tangannya!

Anda dapat bayangkan bagaimana perasaan seorang Co-Pilot korea yang sadar bahwa ada sesuatu hal yang aneh pada pesawatnya, namun ia kesulitan menyampaikan hal tersebut karena ia takut jika analisisnya salah dan sang Pilot marah karena merasa dikritik…

Sebuah hal kecil yang dapat membawa hal yang lebih besar terjadi, kecelakaan pesawat terbang….

Setelah menyadari hal tersebut, kini beberapa maskapai Korea pun akhirnya berusaha menghilangkan adanya “penghalusan” dengan mentraining pilot-pilot-nya dan membudayakan beberapa kebiasaan baru, seperti memanggil dengan nama saja antar staffnya. Dan hal tersebut terbukti berhasil! Kini Korean Air, salah satu maskapai penerbangan di Korea yang sudah menerapkan hal tersebut, menjadi salah satu maskapai terbaik di Asia.

Rasa Ingin Tahu

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Satu warisan budaya yang menurut saya paling berakar di Indonesia adalah rasa ingin tahu  (curiosity) yang sangat besar.

Coba anda perhatikan sekilas saat terjadi sebuah event, sebut saja kecelakaan kendaraan bermotor. Biasanya, terjadinya kecelakaan tersebut akan langsung diiringi dengan kemacetan. Memang hal pertama yang membuat macet adalah karena sang korban kecelakaan atau pengendara lain harus membantu memindahkan kendaraannya ke pinggir jalan. Namun jika kita perhatikan dengan seksama, hal itu membutuhkan waktu kurang dari 10 menit. Lalu apa menurut anda yang membuat kita harus kehilangan 30 menit untuk melewati kemacetan akibat kecelakaan tersebut? Jawabannya adalah banyaknya pengendara yang meluangkan waktunya, tidak untuk menolong, namun hanya melihat seberapa parah luka sang korban. Belum lagi jika terjadi perkelahian, pasti akan ada satu-dua pengendara yang menepi, bukan untuk melerai, namun menonton siapa yang memenangkan pertarungan tersebut.

Hal tersebut tentunya hanya dapat terjadi dari sebuah rasa ingin tahu yang sangat besar…

Contoh lain..

Beberapa tahun yang lalu saat terjadi bencana jebolnya tanggul Situ Gintung ada sebuah hal unik yang sangat menarik perhatian saya. Di saat semua rumah penduduk sudah rata dengan tanah, terjadi bencana lain yakni terjadi longsor di beberapa wilayah sekitar waduk. Ternyata setelah dilihat lebih jauh, longsor terjadi karena tanah yang kondisinya masih rapuh terkena erosi luapan air tidak kuat menahan beban para “penonton” yang berada di sekitarnya. Dan yang paling mengejutkan ternyata para “penonton” tersebut sebagian besar bukan merupakan tim evakuasi ataupun organisasi yang ingin menolong korban Situ Gintung. Para “penonton” tersebut sebagian besar berasal dari wilayah luar Situ yang datang ingin melihat sisa-sisa bencana. Bukan untuk “menolong” tetapi untuk “menonton”!

Sekali lagi kita melihat adanya rasa ingin tahu yang sangat besar..

Yang paling mengejutkan adalah yang terjadi akhir-akhir ini. Saat Ariel mengeluarkan sequel video porno-nya,  saya iseng-iseng melakukan survey kecil-kecilan di tempat saya bekerja. Banyak ibu-ibu di kantor saya, yang nyatanya sudah berkeluarga, mendownload video tersebut baik dari internet maupun dari handphone temannya. Saat saya tanya mengapa mereka melakukan hal tersebut, anda sudah dapat menebak jawabannya, mereka menjawab:

“Abis Penasaran pengen liat videonya kaya gimana”

Sungguh sebuah rasa keingintahuan yang besar!

*Mungkin ini sebabnya infotainment laris di negara kita

Banyak sekali fenomena, yang tanpa kita sadari, berawal dari sebuah rasa ingin tahu dan hal ini sebenarnya tidak salah.

Mengapa? Karena rasa ingin tahu adalah kunci bagi diri kita untuk berkembang. Rasa ingin tahu adalah motor penggerak diri kita untuk menambah pengetahuan. Rasa ingin tahu adalah sumber bagi segala kreatifitas kita. Tanpa adanya rasa ingin tahu maka tidak akan ada E=mc2.

Lalu mengapa kita tidak dapat mengubah arah rasa ingin tahu kita? Mengapa hal yang sangat “liar” ini tidak dapat kita kendalikan ke arah yang positif?

Terakhir, diawal menulis artikel ini saya sengaja mencantumkan judul “?”, untuk mengetahui seberapa jauhkah judul tersebut memancing rasa penasaran anda. Jika anda mengklik artikel ini karena judul tersebut, maka tanpa anda sadari anda telah memiliki salah satu kunci untuk mengembangkan diri anda, yakni rasa ingin tahu yang besar. Dan jika anda mendapatkan satu-dua pengetahuan baru dari tulisan ini, anda sudah membuktikan seberapa besar manfaat rasa ingin tahu tersebut. Yang kini anda, saya, dan kita semua perlukan adalah memfokuskan rasa ingin tahu tersebut kepada hal-hal yang berguna.

stay_hungry_stay_foolish

Stay Hungry – Stay Foolish

Another Google Motive

June 22nd, 2010

Kemarin, kalo ga salah sebulan yang lalu Google dateng ke Binus. Menurut info salah satu dosen S2, katanya mereka kemari pgn kerja sama dengan Binus tentang pengembangan teknologi Voice Recognitionnya. Dan kata beliau, Google rencananya pgn mempercantik teknologi itu sampe ketingkat dialek2nya. Jadi kalo kita ketik “It’s okay, if that so” dalam bahasa inggris, kita bisa denger “Oke La Kalo Begitu” versinya Warteg Boyz dalam dialek Jowo. Begitulah simplenya..

Tapi karena saking penasarannya, akhirnya saya mencoba mencari tahu apa sih maksud Google bikin teknologi Voice Recognition kaya gt? Kenapa mesti Voice Recognition, padahal diakan bisnis utamanya Search Engine?

Akhirnya saya menemukan jawabannya, kembali ke beberapa bulan yang lalu Google meluncurkan hardware pertamanya yakni sebuah Smartphone bernama Nexus One. Yup, anda benar..

Kemungkinan besar Google bakal gunain Voice Recognitionnya buat nambah fungsi di smartphone terbarunya itu. Tapi apa untungnya si Voice Recognition? Kenapa bela-belain ampe tingkat dialek gitu?

Kemudian saya kembali ke beberapa bulan sebelumnya lagi dimana Google baru meluncurkan produk barunya yakni Google Wave.. *saya udah punya akunnya lho? -sombong

Kalo kita perhatiin Demonya Google Wave, diakhir demo sang product manager menunjukkan fitur paling canggih, menurut saya, di Google Wave. Si manager mengetik dalam bahasa Rusia, dan dalam detik itu juga, kata perkata, langsung ditranslate ke bahasa Inggris di lawan bicaranya…Sungguh genius..

Lah terus apa hubungannya to mas? Anda mungkin uda bisa menerka2…

Ya, dengan adanya voice recognition yang canggih, anda dapat membayangkan sebuah ponsel dimana saat anda berbicara bahasa Indonesia, lawan bicara anda mendengar dalam bahasa inggris..detik itu juga, saat itu juga…

Sebuah potensi yang sangat besar untuk smartphone, dan bisa jadi mengalahkan teknologi multitouch-nya iPhone yang lagi ngetren saat ini..

Walaupun pasti banyak masalah yang muncul, misalnya salah translate, tapi Google bisa jadi Pioneer di teknologi ini. Dan bukankah Jakarta tidak dibuat dalam sehari? Pastinya teknologi Google bakal terus diasah hingga lebih ciamik lagi seiring berjalannya waktu..

Semoga Google menyadarinya.. 😀


Pranav Mistry, a PhD student in the Fluid Interfaces Group at MIT’s Media Lab, mendemokan penemuan terbarunya Sixth Sense di forum TED. Jika anda pernah melihat demo Microsoft Surface, sebuah Computer GUI spesial yang memungkinkan kita melakukan computing di benda-benda yang kita temui sehari-hari seperti meja, maka Sixth sense lebih dari itu. Kita dapat melakukan computing tanpa membutuhkan objek spesial untuk melakukannya. Sebagai contoh, ketika kita ingin mengambil foto pemandangan, kita cukup membentuk persegi dengan jari-jari kita ke arah pemandangan tersebut. Ketika kita ingin melihat jam, kita cukup menggerakkan jari kita seperti lingkaran dan akan muncul GUI dari jam tersebut. Bahkan ketika kita ingin menelpon, kita cukup membuka telapak tangan kita sehingga Sixth Sense dapat menampilkan GUI dari nomor telepon dan kita dapat berbicara melalui headset yang ada.

Bagaimana hal tersebut dapat dilakukan? Pada dasarnya sixth sense adalah gabungan dari kamera yang berfungsi sebagai sensor untuk menangkap pergerakan jari-jari kita, digabungkan dengan sebuah proyektor untuk menampilkan GUI dari program yang kita jalankan, dan juga sebuah cellphone yang berfungsi layaknya CPU pada komputer. Dengan mengkombinasikan ketiga Item tersebut, Pranav berhasil merancang sebuah interface baru yang dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan disekitar kita, dimanapun kita berada.

Dan hal yang paling penting adalah Sixth Sense juga terhubung dengan Cloud (internet), hal tersebut memungkinkan kita mendapatkan data dari berbagai benda disekitar kita. Sebagai contoh ketika, kita ingin memilih sebuah film di toko video maka kita cukup mengarahkan Sixth Sense ke arah video tersebut, sehingga ia bisa memperoleh data tentang video itu. Data yang didapat kemudian diteruskan via internet. Ketika Sixth Sense sudah menemukan item yang sesuai, maka ia akan menampilkan hasil rekomendasi film yang diperoleh via internet melalui proyektor sehingga kita dapat GUInya langsung di samping video tersebut.

So enough with the talk, you should see it yourself How jaw-dropping Sixth Sense is….

Mr. Gates berbicara dalam forum TED tentang visinya ke depan untuk menurunkan kadar emisi karbon menjadi sebesar 0%. Untuk mencapai visinya tersebut, Mr. Gates mengadakan sebuah riset yang ia namakan Terrapower. Bentuk utama Terrapower sendiri adalah sebuah power plant bertenaga nuklir, namun yang spesial dari reaktor tersebut adalah bahan bakarnya.Berbeda dengan reaktor nuklir biasa yang menggunakan U-235, bahan bakar utama Terrapower adalah U-238 yang biasa disebut dengan “nuclear waste” atau sampah nuklir.

Dalam sebuah uranium alami terkandung 0.71% U-235, 99.28% U-238, dan 0.0054% U-234. Dengan kata lain saat sebuah reaktor nuklir biasa mendapatkan 1kg uranium murni, ia hanya menggunakan 0.0071 kg-nya sedangkan 0.99kg sisanya menjadi sampah (biasa dikenal dengan depleted uranium).

Nuclear Waste at Kentucky

Nuclear Waste at Kentucky

Jumlah nuclear waste tersebut sudah mencapai ribuan tangki (dapat dilihat di gambar di atas) di Amerika, belum lagi negara-negara lain yang menggunakan energi nuklir. Maka dari sanalah muncul ide untuk memanfaatkan sampah2 nuklir tersebut menjadi salah satu penghasil energi alternatif.

Sebuah ide yang brilliant dari salah satu visioner di abad ini. Dan bukan tidak mungkin kalau Terrapower (Intellectual Ventures) mengalami kesuksesan yang sama dengan Windows (Microsoft) mengingat kebutuhan akan energi yang semakin naik serta tingginya kadar emisi CO2 yang dihasilkan energi lain.

Have you ever watch enemy of the state? Di film tersebut Will Smith, sang aktor utama, dikejar-kejar oleh pemerintah Amerika (NSA) karena mengetahui sebuah skandal yang dilakukan petinggi NSA. Namun hal yang patut kita perhatikan sebagai insan technology adalah surveillance tools yang digunakan untuk menemukan Will Smith, mulai dari satelit hingga kamera-kamera yang ada di toko bisa diakses oleh pemerintah AS.

Dan ternyata, berdasarkan sebuah jurnal yang saya baca, alat mata-mata bagi pemerintah pun berkembang pesat, khususnya di bidang IT. Tercatat beberapa alat yang pernah digunakan pemerintah AS dalam melakukan kegiatan surveillance, yakni:

Carnivore

Carnivore adalah sebuah software yang dibuat oleh FBI untuk memonitor aktivitas illegal pada internet. Carnivore bekerja dengan memeriksa seluruh paket-paket IP yang beredar melalui jaringan Ethernet. Paket-paket tersebut kemudian dideteksi apakah mengandung keyword atau parameter tertentu, sesuai yang ditentukan FBI. FBI menyebut kemampuan Carnivore itu dengan istilah Surgical Ability.

Namun surgical ability ini masih menjadi tanda tanya besar, karena beberapa pihak yang sudah mengaudit carnivore, seperti Illinois Institute of Technology Research Institute (IITRI), AT&T Laboratories, serta University of Pennsylvania masih meragukan Surgical Ability dari Carnivore.

DIRT

Dirt adalah sebuah Trojan Horse (program yang menginfeksi komputer tanpa user permission) yang memiliki kemampuan untuk memonitor dan meng-intercept data pada semua PC dengan OS Windows. Saat sistem ini masuk ke dalam PC korban, maka sang pengguna dapat memonitor 100 persen resource yang ada pada PC tersebut (Schwartau, 1998). Perusahaan pembuatnya,  CODEXDataSystem, mengklaim bahwa jika anda memiliki PC di rumah dengan OS Windows maka sangat kecil kemungkinan anda bebas dari DIRT.

Echelon

Echelon adalah alat mata-mata yang dahulu digunakan pemerintah Amerika bersama sekutunya, yakni Inggris, Kanada, dan New Zealand, dalam perang dingin (Cold War). Echelon bekerja dengan menggunakan berbagai fasilitas mulai dari satelit, pesawat terbang, kapal, radar, hingga alat interceptor komunikasi yang tersebar di seluruh dunia. Echelon bahkan dipercaya bisa menyadap seluruh sambungan telepon internasional, faks, e-mail, dan juga transmisi radio.

Karena kemampuannya yang tinggi dalam melakukan penyadapan, membuat Echelon mudah disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Sebagai contoh pemerintah Kanada pernah menggunakan Echelon untuk menyadap kedutaan Amerika di Ottawa. Dari hasil penyadapan tersebut, Kanada mengetahui adanya penundaan perjanjian dagang senilai 2.5 Milyar US$ antara Amerika dengan Cina. Akhirnya pemerintah Kanada memutuskan untuk menggunakan informasi tersebut dan mengambil proyek itu dari Amerika.

Tempest

Tempest adalah salah satu program pemerintah AS, yang dibuat berdasarkan prinsip bahwa seluruh alat elektronik memancarkan radiasi elektromagnetik level rendah yang bisa ditangkap dan kemudian ditampilkan. Tidak ada cara untuk mendeteksi apakah Tempest sedang melakukan proses penyadapan pada sebuah alat, dan hal tersebutlah yang membuat dewan pengadilan Amerika susah untuk membawanya ke meja hijau jika terjadi penyalahgunaan dengan alat tersebut.

Setelah mengetahui itu semua, saya sendiri jadi membayangkan. Jangan-jangan ketika saya mengetik blog ini, sudah ada agen NSA di luar sana yang sedang mengawasi.

Selama pihak berwajib yang menggunakan alat tersebut adalah orang yang lurus dan benar, kita masih bisa yakin bahwa data-data kita tidak akan disalahgunakan. Tapi bagaimana jika terjadi hal yang sama seperti Enemy of The State, dimana sang pemimpin NSA ternyata adalah otak pembunuhan dari anggota Dewan?

Siapa yang akan mengawasi orang-orang yang mengawasi dan memata-matai kita (NSA, FBI, dsb)? Dan siapa orang yang akan mengawasi sang pengawas tersebut?